Semuanya berawal dari program studiku. Ya, Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, program studi baru di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang biasa disebut dengan P.TIK.
Di awal
semester, mahasiswa baru P.TIK melaksanakan outbond yang diselenggarakan oleh
Seamolec (bekerja sama dengan UNS). Outbond ini sifatnya wajib bagi setiap
mahasiswa P.TIK, yang berlangsung selama dua hari.
Hari
pertama, outbond dilaksanakan di dalam ruangan, jadi belum terlalu menguras
tenaga. Tapi sangat seru, karena kami bernyanyi bareng, buat yel-yel kelompok,
dilatih berkonsentrasi (menyeimbangkan otak kanan dan kiri), diberi penjelasan
outbond hari ke-2, dan masih banyak lagi.
Pada
hari ke-2, kami outbond di luar ruang, tepatnya di depan GOR UNS. Banyak yang
kami lakukan di sana, yakni melewati empat pos permainan yang memberikan banyak
manfaat.
Setelah
permainan selesai, sekitar jam 11 kami istirahat lalu mendapat tugas menjual 1
buah bolpoin yang minimal harus terjual sebesar Rp 10.000,00, namun dengan
target harga yag setinggi-tingginya. Tujuan penjualan ini untuk melatih skill entrepeneur padahal harga biasa penjualan bolpoin itu
biasanya maksimal Rp 2.000,00. Ya, aku ragu dapat menjualnya dengan harga
setinggi itu, apalagi ini di Solo, bukan kota besar yang lain. Kami diberi
waktu sampai jam 2 siang, bolpoin harus sudah terjual dan kami harus membawa
sebuah kado yang maksimal berharga Rp 5.000,00 untuk acara tukar kado sore
harinya.
Perjuangan
pun dimulai. Setelah aku siap, aku berangkat ke RSUD Dr. Moewardi bersama
teman-temanku Dian, Niken, Anggun dan Sisca. Karena hasil penjualan kami juga akan
dimanfaatkan untuk sosial, kami berharap di rumah sakit yang basicnya sosial
kami akan beruntung.
Aku
menuju kantin, dan menghampiri sebuah keluarga yang sedang makan. Aku mencoba
menawarkan bolpoinku untuk pertama kalinya, ibu itu bertanya padaku berapa
harga bolpoin yang aku pegang, aku tersentak bingung mau jawab apa. Aku tahu
ibu itu nggak akan beli bolpoinku. Dan lama, aku menjawab sepuluh ribu. Dan
krik krik (aku bingung mau bagaimana) agak lama ibu itu menolak untuk membeli.
Rasa maluku mulai keluar, dan aku sangatlah malu. Aku gagal menjual bolpoinku
pada penawaran pertama.
Aku
berjalan ke luar kantin dan pindah tempat. Di depanku lewat sepasang bapak ibu
yang sudah berumur, dan lagi aku mencoba menawarkan bolpoin yang aku pegang.
Namun ibu itu langsung menolak karena sedang terburu-buru. Aku mulai putus asa,
sedangkan waktu sudah hampir menunjuk setengah 2 siang.
Terlintas
di pikiranku untuk pulang. Aku menuju ke parkiran di mana temanku memakirkan
motornya. Di sanapandanganku tertuju pada seorang mbak-mbak yang merupakan
seorang perawat yang masih muda. Aku mencoba menawarkan bolpoinku, namun mbak
itu bilang sepuluh ribu terlalu mahal dik, dan menawarnya menjadi 5 ribu.
Dengan agak berat hati aku memberikannya, memang di bawah target namun setidaknya
di atas modal. Mbak itu memberikanku uang 5 rb, tapi saat aku memberikan
bolpoin itu, mbak itu menolak dan uang yang diberikannya untuk sosial. Aku
merasa terharu sama mbaknya. Harusnya aku bisa mencontohnya.
Bolpoinku
masih belum laku. Aku pindah tempat ke PMI. Ada seorang ibu bersama kedua
anaknya yang sudah cukup dewasa. Aku mencoba menawarkan bolpoinku lagi, tapi
aku harus menanggung malu lagi, karena bolpoin itu masih tak terjual.
Setelah
beberapa saat, datang seorang ibu yang sedang memakirkan motornya, saat beliau
menuju teras, aku mencoba menawarkan bolpoin itu. Tapi ibu itu juga bilang
terlalu mahal, dan akhirnya beliau menawarnya dengan harga Rp 5.000,00. Dengan
agak kecewa aku memberikannya dengan harga harga tersebut, karena waktu telah
mepet pukul 14.00.
Walaupun
kalau dihitung-hitung aku dapat penghasilan Rp 10.000,00, tapi aku gagal
menjual bolpoin itu dengan harga minimal yang telah ditentukan. Tapi aku merasa
wah dengan yang aku dapat, uang Rp 10.000,00 itu sebesar Rp 5.000,00 dari mbak perawat
yang baik hati, memberi karena jiwa sosialnya yang tinggi, dan Rp 5.000,00
hasil penjualan bolpoinku.
Perjuanganku
mencari rupiah ini memberiku pelajaran, kalau mencari uang itu sangat susah,
dibutuhkan kerja keras, semangat, pantang menyerah. Rasa syukur amatlah
penting, dan kita harus memanfaatkan yang kita miliki sebaik-baiknya, jangan
suka membuang uang untuk hal yang tidak berguna. Y
Ya
seperti itulah kisah rupiah pertamaku, dan sekarang aku akan terus berusaha
menghasilkan rupiah-rupiah selanjutnya, dan meletakkannya dalam kemanfaatan.
#
Letakkan rasa syukur dalam-dalam di jiwa..
---Anisa---
0 comments:
Posting Komentar