Minggu, 07 Juli 2013

Perjuanganku Mendapatkan Rupiah Pertama


Semuanya berawal dari program studiku. Ya, Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, program studi baru di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang biasa disebut dengan P.TIK.
Di awal semester, mahasiswa baru P.TIK melaksanakan outbond yang diselenggarakan oleh Seamolec (bekerja sama dengan UNS). Outbond ini sifatnya wajib bagi setiap mahasiswa P.TIK, yang berlangsung selama dua hari.
Hari pertama, outbond dilaksanakan di dalam ruangan, jadi belum terlalu menguras tenaga. Tapi sangat seru, karena kami bernyanyi bareng, buat yel-yel kelompok, dilatih berkonsentrasi (menyeimbangkan otak kanan dan kiri), diberi penjelasan outbond hari ke-2, dan masih banyak lagi.
Pada hari ke-2, kami outbond di luar ruang, tepatnya di depan GOR UNS. Banyak yang kami lakukan di sana, yakni melewati empat pos permainan yang memberikan banyak manfaat.
Setelah permainan selesai, sekitar jam 11 kami istirahat lalu mendapat tugas menjual 1 buah bolpoin yang minimal harus terjual sebesar Rp 10.000,00, namun dengan target harga yag setinggi-tingginya. Tujuan penjualan ini untuk melatih skill entrepeneur padahal harga biasa penjualan bolpoin itu biasanya maksimal Rp 2.000,00. Ya, aku ragu dapat menjualnya dengan harga setinggi itu, apalagi ini di Solo, bukan kota besar yang lain. Kami diberi waktu sampai jam 2 siang, bolpoin harus sudah terjual dan kami harus membawa sebuah kado yang maksimal berharga Rp 5.000,00 untuk acara tukar kado sore harinya.
Perjuangan pun dimulai. Setelah aku siap, aku berangkat ke RSUD Dr. Moewardi bersama teman-temanku Dian, Niken, Anggun dan Sisca. Karena hasil penjualan kami juga akan dimanfaatkan untuk sosial, kami berharap di rumah sakit yang basicnya sosial kami akan beruntung.
Aku menuju kantin, dan menghampiri sebuah keluarga yang sedang makan. Aku mencoba menawarkan bolpoinku untuk pertama kalinya, ibu itu bertanya padaku berapa harga bolpoin yang aku pegang, aku tersentak bingung mau jawab apa. Aku tahu ibu itu nggak akan beli bolpoinku. Dan lama, aku menjawab sepuluh ribu. Dan krik krik (aku bingung mau bagaimana) agak lama ibu itu menolak untuk membeli. Rasa maluku mulai keluar, dan aku sangatlah malu. Aku gagal menjual bolpoinku pada penawaran pertama.
Aku berjalan ke luar kantin dan pindah tempat. Di depanku lewat sepasang bapak ibu yang sudah berumur, dan lagi aku mencoba menawarkan bolpoin yang aku pegang. Namun ibu itu langsung menolak karena sedang terburu-buru. Aku mulai putus asa, sedangkan waktu sudah hampir menunjuk setengah 2 siang.
Terlintas di pikiranku untuk pulang. Aku menuju ke parkiran di mana temanku memakirkan motornya. Di sanapandanganku tertuju pada seorang mbak-mbak yang merupakan seorang perawat yang masih muda. Aku mencoba menawarkan bolpoinku, namun mbak itu bilang sepuluh ribu terlalu mahal dik, dan menawarnya menjadi 5 ribu. Dengan agak berat hati aku memberikannya, memang di bawah target namun setidaknya di atas modal. Mbak itu memberikanku uang 5 rb, tapi saat aku memberikan bolpoin itu, mbak itu menolak dan uang yang diberikannya untuk sosial. Aku merasa terharu sama mbaknya. Harusnya aku bisa mencontohnya.
Bolpoinku masih belum laku. Aku pindah tempat ke PMI. Ada seorang ibu bersama kedua anaknya yang sudah cukup dewasa. Aku mencoba menawarkan bolpoinku lagi, tapi aku harus menanggung malu lagi, karena bolpoin itu masih tak terjual.
Setelah beberapa saat, datang seorang ibu yang sedang memakirkan motornya, saat beliau menuju teras, aku mencoba menawarkan bolpoin itu. Tapi ibu itu juga bilang terlalu mahal, dan akhirnya beliau menawarnya dengan harga Rp 5.000,00. Dengan agak kecewa aku memberikannya dengan harga harga tersebut, karena waktu telah mepet pukul 14.00.
Walaupun kalau dihitung-hitung aku dapat penghasilan Rp 10.000,00, tapi aku gagal menjual bolpoin itu dengan harga minimal yang telah ditentukan. Tapi aku merasa wah dengan yang aku dapat, uang Rp 10.000,00 itu sebesar Rp 5.000,00 dari mbak perawat yang baik hati, memberi karena jiwa sosialnya yang tinggi, dan Rp 5.000,00 hasil penjualan bolpoinku.
Perjuanganku mencari rupiah ini memberiku pelajaran, kalau mencari uang itu sangat susah, dibutuhkan kerja keras, semangat, pantang menyerah. Rasa syukur amatlah penting, dan kita harus memanfaatkan yang kita miliki sebaik-baiknya, jangan suka membuang uang untuk hal yang tidak berguna. Y
Ya seperti itulah kisah rupiah pertamaku, dan sekarang aku akan terus berusaha menghasilkan rupiah-rupiah selanjutnya, dan meletakkannya dalam kemanfaatan.

# Letakkan rasa syukur dalam-dalam di jiwa.. 



---Anisa---


Related Posts:

  • Sajak - Ali bin Abi Thalib Sajak Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan... Keyakinan hanya tinggal pemikiran yan tak berbekas dalam perbuat… Read More
  • Kisah - Kesempatan dan Kesempurnaan Kesempatan dan Kesempurnaan Terdapat suatu cerita..  Seorang guru dengan muridnya Gibran : "Wahai guru, bagaimana caranya agar kita menda… Read More
  • Sajak - PohonPohon tak sengaja aku menebar benih darimu tak ku pupuk, tak ku siram, tak ku doakan supaya tumbuh namun cuaca menumbuhkannya dengan lebat tak… Read More
  • Ayoo... Bangunkan Raksaa Itu!! Apa yang terletak di belakang kita dan apa yang terletak di depan kita hanya persoalan kecil dibandingkan dengan apa yang terletak di dalam diri kit… Read More
  • Gali Ladang Berlian dalam Dirimu Yakin dan percaya dirilah kawan, tidak ada yang tidak mungkin di dunia, kecuali kata tidak mungkin itu sendiri. Karena harta karun yang selama ini… Read More

0 comments:

Posting Komentar